Kamis, 05 Maret 2009

Pendapat Emma (Aktifis Perempuan Sumbar) Tentang Poligami

PADANG (Suara Karya) : Kalangan wanita di Minangkabau menyatakan dukungan sikap pemerintah yang akan melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 45/1990 tentang poligami, karena pada prinsipnya tidak ada wanita yang mau dan rela untuk dimadu. "Saya sangat mendukung sikap pemerintah itu yang begitu cepat menanggapi terkait kembali mencuat kasus-kasus poligami, karena ini juga akan menjadikan wanita sebagai korban," kata Emma Yohanna, aktivis perempuan Minang kepada Antara, hari ini, menanggapi sikap pemerintah merevisi PP terkait poligami. Ia berkeyakinan sikap pemerintah itu, juga terkait sudah banyak kasus-kasus poligami yang pada akhirnya menjadikan wanita sebagai korban. Emma Yohanna, juga wakil ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Sumbar itu menyatakan, pada prinsipnya tidak ada wanita yang mau dimadu, jikapun ada itu hanya pengecualian. Pemerintah akan kembali merevisi PP tentang poligami itu, dan sasaran cakupannya diperluas bukan saja kalangan PNS selama ini, tapi juga pejabat pemerintah dan pejabat negara.

Namun ia mengingatkan pemerintah, dalam revisi PP itu yang utama penegakan sanksi hukumnya bagi PNS dan pejabat pemerintah serta pejabat negara yang melakukan tindak poligami. "Kalangan pejabat itukan publik figur dan selalu menjadi contoh bagi masyarakat, dan jika berbuat salah harus dikenakan sanksi hukumnya," katanya dengan nada serius. Sanksi hukum itu, menurut dia, dicopot dari jabatannya dan dikenakan sanksi hukum lainnya, hingga ada unsur jera bagi yang lainnya. Ia menyatakan keyakinannya, tindakan poligami dilakukan kalangan pejabat pemerintah dan pejabat negara beserta PNS akan sangat berpeluang terjadinya tindak korupsi. "Jadi tindakan pemberian sanksi hukum yang tegas dan keras dalam revisi PP itu, juga berdampak ikut memberantas tindak korupsi," katanya dengan nada optimis. "Mana mungkin dengan standar gaji PNS, pejabat pemerintah dan pejabat negara saat ini bisa menghidupkan dua isteri beserta anak-anaknya, satu keluarga saja hanya untuk pas-pasan," katanya dengan nada bersemangat dan menambahkan, kecuali dengan melakukan tindakan korupsi untuk memenuhi biaya hidupnya.

Ia meyakini, jika mereka memiliki dua isteri itu (yang juga menanggung biaya hidup anak-anaknya --red), sangat berpeluang melakukan tindak korupsi. Menurut dia, tindakan poligami juga berpeluang menciptakan kemiskinan dan gangguan kehidupan dalam berumah tangga yang pada akhirnya pertumbuhan anak-anak, juga ikut terganggu, yakni anak-anak itu pada usia remaja menjadi nakal. Ia berharap penertiban tindak poligami di kalangan PNS, pejabat pemerintah dan pejabat negara juga berdampak kepada masyarakat agar tidak berkeinginan beristeri dua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar